Oleh Yudriza Sholihin
SETIAP tahun pada tanggal 10 November merupakan hari pahlawan Indonesia, pun masyarakat Kerinci pada tanggal yang sama merayakan hari lahirnya Kabupaten Kerinci yang ke 60. Kemudian dua hari sebelumnya, pada tanggal 8 November 2018 Kota Sungai Penuh merayakan hari jadinya yang ke 10. Penulis mengucapkan selamat atas bertambahnya usia Kabupaten Kerinci yang ke 60 tahun dan Kota Sungai Penuh yang kini berumur 10 tahun.
Kabupaten Kerinci
Kerinci merupakan daerah yang terdapat di Pronvisi Jambi. Tempat yang dijuluki sebagai “Sekepal tanah surga yang tercampak ke bumi’. Julukan yang disematkan tidak berlebihan karena kekayaan alam, suburnya tanah, serta disertai dengan segarnya udara dan apapun yang ditanam bisa tumbuh subuh di tanah kerinci.
Secara historis, suku Kerinci termasuk dalam kategori Proto Melayu, dan paling dekat dengan Minangkabau Deutro Melayu dan Jambi Deutro Melayu. Masyarakat Kerinci menganut sistem adat matrilineal. Rumah suku Kerinci disebut “Larik”, yang terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang bersambung-sambung dan dihuni oleh beberapa keluarga yang masih satu keturunan.
Kota Sungai Penuh
Sementara itu, Kota Sungai Penuh yang awalnya merupakan ibu kota Kabupaten Kerinci dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008. Pengesahannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 8 Oktober 2009. Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Prof. Sadu Wasisitiono, dosen Pasca Sarjana IPDN tahun 2005 yang menyatakan bahwa Kabupaten Kerinci layak untuk dimekarkan.
Disruption
Dari hasil pemekaran tersebut, penulis mengamati adanya Disruption Sungai Penuh terhadap Kerinci. Disruption tersebut mengenai beberapa aspek salah satunya Budaya dan juga mindset tentang “Kota Sungai Penuh” yang dalam pengamatan penulis muncul asumsi bahwa, kebudayaan sungai penuh berdiri sendiri serta terpisah dari Kerinci. Agar pemahaman tersebut menjadi terang, terlebih dahulu penulis jelaskan defenisi Disruption.
Disruption adalah singkatan Disruptive Innovation yang diperkenalkan oleh guru besar Harverd Businees School, Clayton M. Christensen. Disruption pada dasarnya adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat hadirnya masa depan ke masa kini. Perubahan semacam itu membuat segala sesuatu yang awalnnya berjalan dengan normal dan teratur sesuai prediksi, tiba-tiba harus berubah dan berhenti secara mendadak akibat hadirnya sesuatu yang baru.
Menurut Rhenald Khasali, Disruption mengubah banyak hal sedemikian rupa, sehingga cara-cara lama menjadi obsolete (usang). Disruption terjadi secara meluas. Mulai dari pemerintahan, ekonomi, hukum, politik, sampai penataan kota, konstruksi, pelayanan kesehatan, pendidikan, kompetisi bisnis dan juga hubungan-hubungan sosial.
Salah satu contoh kasus Disruption yakni nama-nama besar perusahaan seperti Nokia, Blue Bird, Shiping Line, Ramayana, Matahari. Perusahaan-perusahaan besar yang dulunya biasa kita dengar dari teman, keluarga dan masyarakat. Namun, sekarang perusahaan-perusahaan ini hanya tinggal nama karena mengalami Disruption dan ketinggalan jauh dengan pesaing-pesaingnya. Seperti Uber, Grab dan Gojek.
Nah, Kota Sungai Penuh yang dahulunya merupakan ibu kota Kabupaten Kerinci tidak bisa dipisahkan dari segala yang berkaitan dengan Kerinci. Nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya serta peninggalan dari hail-hasil karya manusia. Semuanya berawal dari lahir, tumbuh, dan berkembang dari rahim Sakti Alam Kerinci. Ada beberapa budaya yang masih ada pada masyarakat Kota Sungai Penuh sebagai pertautan dari budaya induknya, Kerinci. Pertama, Tulisan Incung yang merupakan satu peninggalan peradaban masa silam. Tulisan Incung pada hakekatnya adalah bahagian dari sastra Indonesia Lama, karena apa yang ditulis dalam naskah-naskah Incung Kerinci berbahasa Melayu. Pada beberapa instansi dan ruang publik Kota Sungai Penuh dapat dilihat penggunaan tulisan incung. Begitupun dengan instansi pemerintahan di Kabupaten Kerinci. Kedua, Kenduri Sko yang merupakan upacara puncak kebudayaan masyarakat di Kabupaten Kerinci. Upacara kenduri sko hanya dilakukan pada desa pesekutuan adat atau masyarakat adat dari dusun asal desa-desa yang memiliki sejarah tertua adat depati ninik mamak dan juga memiliki benda – benda pusaka.
Pada acara peringatan ulang tahun Kota Sungai Penuh, Pemerintah mengangkatkan acara “Pekan Harmoni Budaya . Salah satu dari rangkaian acara tersebut adalah Festival Kenduri Sko. Menurut penulis acara ini bisa menimbulkan Disruption karena yang menyelenggarakannya adalah Kota Sungai Penuh, artinya menimbulkan tafsir bahwa Kenduri Sko bukan murni dari “Kerinci” tapi “Sungai Penuh”.
Penulis ingin melanjutkan dengan penjelasan tentang Kerinci sebagai entitas budaya. Keresahan muncul ketika penulis mengamati konstruksi berpikir yang berkembang di masyarakat ada semacam segregasi baik melalui organisasi, paradigma, maupun budaya. Hal demikian akan berimbas pada misinterpretasi terhadap Kerinci sebagai entitas budaya, dan Kerinci sebagai suatu daerah administratif.
Sekarang muncul gerakan organisasi yang mengatasnamakan “Kota Sungai penuh” yang mana pada recruitment anggota hanya mensyaratkan mereka yang secara administatif berasal dari sungai penuh dan juga acapkali terdengar anggapan bahwa “Sungai penuh adalah Sungai Penuh bukan merupakan bagian dari Kerinci” atau “Kerinci adalah Kerinci bukan merupakan bagian dari Sungai Penuh. Hal itulah yang dicoba di konstruksi oleh beberapa kalangan.
Padahal kalau merujuk dari sejarah dan budaya yang bersemayam dalam rahim masyarakat pada dasarnya adalah satu entitas yang sama sekali tidak bisa dipisahkan dan Nenek Moyang masyarakat juga satu (Kerinci). Selain dari itu dengan adanya pemisahan Administatif Kota dan Kabupaten juga akan menyebabkan deskriminasi baik itu dalam hal Pendidikan maupun Politik.
Oleh Karena itu dengan momentum 60 tahun Kabupaten Kerinci dan 10 tahun Kota Sungai Penuh. Mari sama-sama dari segenap tokoh dan seluruh elemen masyarakat bergandengan tangan untuk memajukan masyarakat. Demi tercapainya Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh yang aman, nyaman, damai, sejuk, dan Sejahtera.
Semoga kita tidak melupakan sejarah dan identitas keduanya yang dinaungi oleh satu entitas tunggal, yakninya Sakti Alam Kerinci. Jika tidak, maka bersiap-siaplah mengalami Disruption. (***)
Penulis adalah Founder Kerinci Institute dan Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Andalas