Oleh Ahmad Syarifudin Fajar
PEMUDA diharapkan turut andil untuk memperbaiki sistem pemerintahan di Indonesia bukan justru sebaliknya acuh dan tak mau tahu.
Memang sekarang banyak anak muda yang terdogma bahwa politik cenderung berstigma buruk. Terlebih banyaknya berita dari media yang menyebutkan banyaknya kasus penyelewengan wewenang oleh oknum-oknum politik.
Sebagai bagian dari komponen bangsa, pemuda tidak dapat melepaskan diri dan menghindar dari politik. Sebab hakekat manusia termasuk pemuda adalah zoon politicon atau makhluk politik. Pemilu sebagai pengejawantahan sistem demokrasi langsung memberikan ruang yang luas bagi rakyat khususnya pemuda untuk berpartisipasi untuk menentukan secara langsung pemimpinnya tanpa melalui perwakilan.
Setiap Pemilu, 30 persen dari total jumlah pemilih adalah pemilih muda (pemilih pemula) dengan usia 17 hingga 30 tahun. Demografi ini tentunya sangat signifikan dan partisipasi mereka akan sangat berpengaruh dalam menentukan hasil pemilu.
Kontribusi pemuda dalam menyongsong pesta demokrasi yang sehat dalam Pileg dan Pilpres 2019 sangatlah diperlukan. Namun sayangnya, banyak pemuda saat ini yang acuh terhadap politik.
Banyak pemuda saat ini yang mengatakan bahwa tidak memilih (golput) merupakan sebuah pilihan. Ini adalah persepsi yang keliru. Banyak juga pemuda yang berpikir memilih golput karena menganggap semua calon sama saja ini juga keliru.
Pemuda memang identik dengan gairah, semangat demokrasi dan keterbukaan. Pemuda tak menyukai segala sesuatu yang loyo dan muluk-muluk, pemuda memang amat menyukai realita.
Berbagai ‘jurus dan strategi’ untuk meraih dukungan pemuda dalam Pemilu 2019 ialah dengan menawarkan keterbukaan, program yang tidak muluk-muluk serta realistis.
Jadi sudah saatnya pemuda mengambil peran itu serta sudah sewajarnya keikutsertaan pemuda tidak disia-siakan. Jangan sampai pada pemuda ditanamkan perasaan sentimen atau prasangka yang buruk, hoak terhadap pesta demokrasi yang digelar tiap lima tahunan.
Pemuda harus mengambil peran dalam proses Pemilu ini. Dengan hanya berdiam diri, menjadikan kita pemuda yang apatis, pemuda yang tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan tidak akan pernah manjadikan kita pemuda yang kritis.
Pemuda adalah kelompok yang memiliki idealisme yang tinggi, mempunyai posisi yang kuat, posisi yang tidak mudah digoyahkan, independen dan mardeka.
Sebagai pemuda yang peduli akan tanah kelahiran, sudah semestinya pemuda tidak lagi menjadi penonton yang baik yang siap menerima setiap keputusan yang ada. Seolah-olah tidak peduli dengan siapapun yang akan memimpin, bagaimana program kerjanya dan bagaimana pula dengan janji politik yang telah dijanjikannya sewaktu kampanye.
Marilah pemuda, bersama Bawaslu Kota Jakarta Timur mengawal setiap proses Pileg dan Pilpres yang akan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan. Minimal dengan mencari tahu rekam jejak calon pemimpin yang akan memimpin kita nantinya, serta melaporkan hal-hal yang tidak sesuai perundang-undangan Pemilu Kepada Bawaslu. Semua itu demi tercapainya Pemilu yang berintegritas. (***)
Penulis adalah Komisioner Divisi Hukum, Data dan Informasi Bawaslu Jakarta Timur