Oleh M Sadewo
KORUPSI sudah terjadi sejak zaman dahulu dan merupaka suatu peristiwa universal yang dapat terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Korupsi ibarat kanker yang mengancam proses pembangunan dengan berbagai akibat, antara lain merugikan keuangan dan perekonomian Negara, sehingga menghambat pembangunan nasional. Korupsi juga menjadi kendala investasi dengan meningkatkan berbagai risiko bagi investor yang berasal dari dalam maupuan luar negri, karena pelaku bisnis bekerja dan berurusan dalam lingkungan masyarakat yang korup.
Menurut Syeh Hussein Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi, korupsi adalah subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi yang mencangkup pelanggaran norma, tugas dan kesejateraan umum, yang di lakukan dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kebodohan akibat yang diderita oleh rakyat.
Kilas kasus
Belakangan ini masyarakat Jambi dikejutkan dengan adanya dugaan korupsi yang di lakukan oleh Gubernur terpilih Tahun 2015 Zumi Zola yang melibatkan DPRD Jambi dan swasta dalam pengesahan RAPBD Jambi 2018.
Selasa, 28 Nopember 2017 Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus dugaan suap”uang ketuk palu” untuk pengesahan Rencana Anggaran Belanja Pemerintah Daerah RAPBD Jambi tahun anggaran 2018.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut KPK mengamankan 16 orang yang terdiri dari 12 orang di Jambi dan 4 orang di Jakarta, serta total uang yang di amankan KPK Rp 4,7 miliar.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus itu yakni Plt Sekda Jambi Erwan Malik, Asisten III Penprof Jambi Saifuddin, Plt Kepala Dinas PU Arfan, dan anggota DPRD Jambi Supriono.
Kasus tersebut kemudian juga menyeret Gubernur Jambi Nonaktif Zumi Zola Zukifli hingga akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka penerima Gratifikasi dalam lingkungan Penprov Jambi dan pemberi suap dalam pengembangan perkara kasus suap pengesahan RAPBD Jambi 2018.
Kasus korupsi yang menyeret Gurbernur Nonaktif Zumi Zola ini terus berlanjut kekalangan DPRD Provinsi Jambi,pasalnya dalam surat dakwaan Gurbenur Nonaktif Zumi Zola didakwaan menyuap 53 anggota DPRD Provinsi Jambi.
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) mensinyalir semua anggota DPRD Jambi turut menikmati uang ketuk palu dari Gurbenur Nonaktif Zumi Zola terkait Pengesahan Rancangan Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (RAPBD) Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018.
“Ketuk palu itu ada kemungkinan semua menerima,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat dikonfirmasi, Jakarta,Rabu, 11 Juli 2018
Di dalam dakwaan zumi zola menjadi pertanyaan siapakah nama di balik 53 anggota DPRD tersebut, akankah ada tersangka baru yang timbul dari perkembangan kasus Gratifikasi yang di lakukan Gubernur Nonaktif Zumi Zola?
Anggota DPRD Jambi dari fraksi Golkar, Mayloedin menyebut uang” ketuk palu” di DPRD Jambi adalah hal yang biasa terjadi. Hal ini di sampaikannya Mayloedin saat bersaksi sebagai salah satu anggota dewan yang kebagian uang suap dari gurbenur Jambi Nonaktif Zumi Zola.
Penulis pikir dari pernyataan Mayloedin diatas uang”ketuk palu” adalah kebiasaan yang salah yang seolah menjadi budaya. Karena tidak ada satu aturan pun yang membenarkan pemberian uang ketuk palu yang di maksud
Dengan 53 anggota DPRD yang di sebutkan dalam dakwaan gurbernur non aktif Zumi Zola tersebut mengingatkan kita kepada korupsi massal yang terjadi di malang yang melibatkan 41 anggota DPRD.
Jikalau benar adanya terjadi korupsi massal di Pemerintahan Provinsi Jambi maka hal ini akan menjadi sejarah yang sangat memilukan masyarakat jambi. Sebagai wakil rakyat seharusnya mementingkan kepentingan rakyat bukan malah berkhianat.
Sebagai seorang pemimpin seharusnya mampu melawan segala ancaman yang dapat membunuh rakyatnya, bukan malah sebaliknya mengangkat senjatanya sendiri untuk membunuh rakyatnya, pisau dapat bermanfaat bila di gunakan oleh pedagang buah untuk mengupas apel, sebaliknya pisau sangat berbahaya jikalau di gunakan untuk merampok.
Masyarakat jambi mempunyai harapan yang besar kepada Zumi Zola untuk menjadikan Provinsi Jambi menjadi provinsi yang maju dalam segala bidang hal ini terbukti dengan beliau terpilih menjadi Gubernur Jambi priode 2015-2020 kepercayaan masyarakat Jambi yang telah di berikan kepadanya di jawab bukan dengan memajukan Provinsi Jambi melainkan dengan tindakan korupsi miliyaran rupiah.
Korupsi merupakan kejahatan yang pelakunya sulit terdeteksi, karena korupsi adalah kejahatan yang pelakunya berpenampilan elegan sehingga sulit untuk di curigai, pada umumnya seorang pencuri berpenampilan seperti pereman dengan slayer penutup wajah saat beraksi
Tidak hanya mencuri korupsi juga berhubungan dengan suap-menyuap karena seorang pemimpin yang korup dalam melakukan kejahatan tidak sendiri, ada oknum lain yang memuluskan aksinya seperti hal nya terjadi kepada Gubernur Jambi terpilih tahun 2015-2020 yang melibatkan birokrasi,swasta dan bahkan DPRD dalam mengesahkan RAPBD Jambi tahun anggaran 2018
Menjadi pelajaran yang sangat berarti khususnya bagi masyarakat Jambi dalam memilih pemimpin kedepannya, jangan melihat dari penampilan luarnya saja karena di ibaratkan jeruk kulitnya bersih mengkilap yang di jual di swalayan tapi siapa yang tau apakah isi di dalamnya manis sesuai dengan kulit luarnya yang mempesona, bisa saja busuk atau asam walaupun di kemas dengan menarik dan bersih. (***)
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jambi